Galang Saka Rimba: Jawara Asli Jambi yang Punya Kemampuan Supranatural Keren


Galang Saka Rimba, lahir dan besar di Jambi. Tumbuh di lingkungan keluarga muslim yang taat. Pada suatu hari, Galang yang masih 7 tahun dirasuki oleh sesosok makhluk astral.

Ibunda dan nenek Galang kewalahan. Tak lama kemudian, ayah Galang yang merupakan seorang kiai bernama Hamzah, pulang ke rumah dan melenyapkan makhluk tersebut seketika.

Celakanya, makhluk astral yang merasuki Galang, saat itu sedang terkena wabah asing yang tak bisa terdeteksi akibat fenomena energi ekstraterestrial tak wajar.

Kondisi tersebut diketahui dari seorang profesor kenalan Hamzah yang sering dikunjungi setelah Galang mengalami kondisi panas dingin tak wajar akibat kerasukan.

Semua dokter, ulama, dan ahli pengobatan alternatif menyerah. Akhirnya, Hamzah ikut pasrah dan sudah bisa mengikhlaskan kondisi putranya.

Di usia 9 tahun, Galang menunjukkan tanda-tanda yang berbeda dari anak-anak lainnya. Ia seperti memiliki kekuatan cenayang yang mampu melihat hal-hal supranatural hingga punya kemampuan telekinesis.



Hamzah awalnya sempat malu dengan kelebihan Galang yang tak bisa dihilangkan itu. Ia bahkan pernah menganggap kekuatan Galang sebagai kutukan dari Tuhan karena sisi religius Hamzah masih memandang penggunaan mistis adalah sesat.

Namun istri Hamzah, Sari, berhasil memberi sudut pandang lain kepada suaminya. Sehingga, keduanya berani menganggap kekuatan anak mereka sebagai berkah. Galang pun diajarkan untuk membantu orang dengan kekuatannya tanpa harus mencolok, hingga ia beranjak dewasa.

Lalu pada usia 18, Galang yang tak melanjutkan kuliah karena kondisi ekonomi, membantu ayah dan ibunya berjualan makanan di sekitar Sungai Batanghari, Kota Jambi.

Pada suatu hari, para warga dan pengunjung Menara Gentala Arasy dikejutkan dengan wabah aneh yang melanda daerah itu. Selain warga dan pengunjung, sejumlah pedagang dan penjaja makanan juga ikut terkena wabahnya. Termasuk ibunda Galang.

Galang pun meminta izin kepada ayahnya untuk mengetahui apa sebenarnya wabah ini, melalui kekuatan cenayangnya. Sang ayah tentu saja mengizinkannya.

Ternyata di area tersebut, tersimpan energi negatif yang mengacaukan jiwa dan raga orang-orang yang jadi sasarannya. Namun, Galang tak bisa mengatasinya karena ia belum menemukan siapa dalangnya.

Tiga hari kemudian, datanglah seorang pria bersama beberapa petugas pemprov Jambi. Pria itu bernama Tono Mardi. Sambil menenangkan warga, ia terlihat membawa peralatan khusus yang dijadikan sebagai perangkap makhluk astral pembawa kutukan.

Warga pun langsung pulih seperti sediakala. Namun rupanya, ada motif terselubung di balik aksi heroik Tono Mardi. Ia ternyata menyebarkan sendiri energi-energi jahat itu agar namanya bisa terangkat di masyarakat dan para pejabat pemprov.

Lebih parah lagi, Tono Mardi juga memiliki niat untuk mendominasi Jambi agar menjadi wilayah kekuasaannya. Caranya adalah dengan berternak makhluk astral sebagai medium untuk mengendalikan jiwa-jiwa masyarakat agar patuh pada keinginannya.

Namun caranya itu sangat merugikan setiap individu masyarakat, karena jiwa dan raga mereka dikorupsi. Sehingga mereka akan selalu merasa sakit atau mengalami degradasi mental.

Untungnya, sejumlah makhluk astral yang gelisah dengan ulah Tono Mardi, menyadari aura yang sangat besar dari Galang. Mereka menghampiri Galang.

Saat Galang terbangun pada tengah malam, ia terperanjat. Biasanya hanya satu atau dua makhluk astral yang terlihat. Namun kini ada belasan yang berkerumun di rumahnya.

Salah satu makhluk astral pun mendekati Galang tanpa komunikasi. Namun ia memberikan memorinya tentang Tono Mardi. Galang terkejut dan tak habis pikir.

Beberapa hari kemudian, Tono Mardi datang ke sekitar Sungai Batanghari dan disambut bak pahlawan.

Galang yang kala itu sedang berjualan sendirian karena sang ayah harus merawat ibunda, dengan gagahnya ia berani mencegat Tono Mardi.

Secara hati-hati, Galang membeberkan sejumlah informasi berupa rencana busuk Tono Mardi yang didapatnya dari para makhluk astral.

Tono Mardi terpancing, ia mengempaskan Galang hingga jatuh ke sungai dengan kekuatan cenayangnya.

Tono Mardi membuat warga dan para petugas terkejut. Ia pun dengan santainya mengakui motif terselubungnya dan membeberkan bahwa dirinya sudah memiliki kunci untuk memenuhi ambisinya menguasai masyarakat.

Namun di saat Tono Mardi sedang asyik mengungkapkan ambisinya, Galang keluar dari permukaan sungai sambil melayang. Dua bola api menyala di tangannya. Tono terdiam dan terbengong.

Sekejap, Galang langsung melemparkan sejumlah bola api kepada Tono Mardi. Sempat terhempas, Tono Mardi membalas namun mampu dihindari oleh Galang. Keduanya saling serang dan hindar.

Sungai Batanghari pun menjadi arena pertempuran dua cenayang ini. Pada saat Tono Mardi terdesak, ia menggunakan alat khusus miliknya untuk memanfaatkan makhluk astral di sekitar.

Namun betapa terkejutnya Tono Mardi begitu tahu di belakang Galang sudah ada puluhan makhluk Astral yang bersiap menyerang dirinya.

Tono Mardi pun langsung terperanjat dan lemas tak berdaya. Ia berlutut sambil mengakui kesalahannya dan siap ditangkap. Dalam sekejap, ia menghilangkan kutukan di kota Jambi.

Dengan begitu, ibunda Galang pun kembali pulih namun tubuhnya lemas seolah energinya habis dikuras. Galang lega ketika ayahnya meneleponnya, mengabari bahwa sang ibunda dan tetangga yang kondisinya serupa, sudah terlepas dari kutukan.

Saat Tono Mardi meminta maaf kepada Galang dan hendak ditahan oleh polisi, tiba-tiba ia ambruk. Rupanya kepala Tono Mardi ditembak oleh seseorang dari kejauhan.

Galang mencoba menggunakan kekuatannya untuk mencari si penembak. Saat menemukan pelaku yang jaraknya lebih dari 100 meter, Galang baru menyadari bahwa ia sudah terlebih dahulu diincar dan akan langsung ditembak sebelum sempat menggunakan kekuatannya.

Namun kurang dari 1 detik setelah menyadari hal itu, si pelaku dihabisi oleh penembak lain yang asalnya dari sekitar tempat Galang berdiri.

Rupanya, si penembak jitu yang lain itu, sejak tadi mengintai dari lantai 2 di sebuah rumah makan. Ia pun turun dan menghampiri Galang. Kiki namanya, ia adalah anggota organisasi pemerintah bernama Singadwirya.

Kiki mengaku menyesal tak mampu menyelamatkan Tono Mardi yang sebetulnya hanya dimanfaatkan oleh organisasi mafia bawah tanah paling berbahaya di Tanah Air. Penembak Tono Mardi rupanya adalah anggota organisasi mafia tersebut.

Kiki pun tertarik dengan potensi Galang dan mengajaknya bergabung ke dalam organisasinya. Galang tak langsung menjawab. Tak lama kemudian, ayah Galang datang ke Sungai Batanghari bersama sang ibunda karena cemas dengan putra mereka.

Galang meminta Kiki mendiskusikan tawaran dengan orangtuanya terlebih dahulu. Setelah berdiskusi, Galang dengan wajah terpaksa menolak tawaran Kiki.

Kiki pun mengatakan bahwa ia tak menemukan lagi orang sekuat Galang di Jambi, sementara kota Jambi bisa kapan saja terancam oleh rencana keji para mafia. Lalu hidup orangtua Galang bisa berubah setelah bergabung, Galang juga bisa melanjutkan kuliah.

Mendengar semua hal itu. Ditambah lagi, rekan-rekan Kiki datang sambil melakukan protokol keamanan dengan ramah dan teratur, Galang pun menerima tawaran Kiki. Ayah Galang kembali pasrah dan hanya bisa mendoakan putranya.

Setelah mengikuti pelatihan dan tes, Galang kini tergabung dalam organisasi Singadwirya sebagai Jawara Tanah Indonesia.

(Copyright: Riantrie @rulyriant )

#pabrikjagoanorigins

Komentar