Ahya Halimah, seorang gadis muda asal Banda Aceh, muslimah, memiliki ayah seorang simpatisan GAM dan kakek seorang petinggi DI/NII, anak buah Daud Beureueh. Kakeknya gugur saat berhadapan dengan ABRI.
Selama tinggal di Banda Aceh, ayah Ahya sering bepergian ke Pidie untuk melakukan kontak dengan GAM sebelum menikah hingga memiliki tiga anak, termasuk si bungsu, Ahya. Pada bencana tsunami 2004, ayah Ahya tewas tersapu terjangan air.
Ahya yang masih 3 tahun serta dua kakak perempuannya pun diajak ibunya pindah ke Lhokseumawe dan tinggal bersama kakek dan neneknya, orangtua ibunda Ahya. Setelah Ahya besar, ia mendapati bahwa dirinya kerap menjadi bahan gunjingan karena masyarakat setempat tahu Ahya dan saudari-saudarinya berasal dari keluarga keturunan pemberontak.
Ketika Ahya berusia 10 tahun, ibunya menikah lagi dengan duda yang memiliki dua anak berusia 12 dan 14 tahun. Ayah tiri Ahya ini sangat sayang kepada Ahya dan kerap menanamkan prinsip nasionalisme dan emansipasi kepada Ahya.
Pada saat remaja, Ahya menyadari dirinya memiliki bakat di bidang silat. Ia pun mendalami Pencak Silat Siwah saat pulang sekolah. Sayangnya, Ahya mendapat pertentangan dari ayah tirinya karena menurut ayah tirinya, tak seharusnya wanita menguasai bela diri.
Ahya pun heran dengan sikap ayah tirinya yang seolah sudah pudar sisi emansipasinya. Namun, ia tetap menamatkan pendidikan silatnya hingga lulus sekolah. Ahya sebenarnya sangat ingin kuliah di Lhokseumawe seperti kedua kakak tirinya. Namun ayah tirinya melarangnya.
Ibunya pun menentang pelarangan itu sampai akhirnya diceraikan oleh ayah tiri Ahya. Kedua saudari Ahya sudah menikah dan tinggal di luar Lhokseumawe sewaktu Ahya sekolah. Setelah diceraikan ayah tirinya, ibunda mengajak Ahya tinggal di tepi Lhokseumawe untuk berdagang. Ahya pun kuliah di tahun berikutnya di Politeknik Negeri.
Selama kuliah, Ahya bersahabat dengan mahasiswi bernama Kikan. Namun Kikan bercerita bahwa ia memiliki seorang ayah yang kerap berlaku kasar kepada ibunya. Sampai suatu ketika, Kikan beberapa hari tak masuk kuliah dan mengirimkan pesan di ponsel kepada Ahya.
Kikan mengaku diculik bersama ibunya oleh ayahnya di sebuah perkebunan ganja. Rupanya, Kikan baru tahu bahwa ayahnya adalah pekerja di ladang ganja ilegal yang kerap menyelundupkan hasil panen kepada beberapa orang berjas hitam.
Kikan disekap karena ibunya mengancam akan melaporkan ayahnya ke polisi karena tepergok berbisnis ilegal. Kikan mengirimkan pesan melalui ponsel ayahnya yang tertinggal dan langsung menghapusnya, meminta Ahya tidak membalas. Kikan juga memberikan alamat ia disekap.
Ahya sebenarnya sangat ingin melaporkan kasus ini ke polisi atau menceritakan kepada ibu dan teman-teman kampusnya. Tapi naluri Ahya berkata lain. Ia memilih untuk melacak sendiri. Pada hari libur kuliah, Ahya pun pamit kepada ibunya dengan mengatakan hendak melakukan observasi bersama teman-teman kampus.
Setelah berjam-jam mencari sejak pagi, Ahya akhirnya menemukan kebun ganja yang dimaksud Kikan. Ahya menyembunyikan wajahnya. Melumpuhkan satu per satu penjaga kebun. Mengancam sambil menanyakan posisi Kikan dan ibunya. Hingga akhirnya Ahya berhadapan dengan ayah Kikan dan melumpuhkannya.
Setelah menemukan dan berusaha membawa kabur Kikan dan ibunya, Ahya dihadang oleh orang-orang berjas hitam yang membawa senjata api. Betapa terkejutnya Ahya begitu ia mengetahui bahwa pimpinan kebun tersebut adalah pria yang pernah menjadi ayah tirinya.
Pada titik ini, Ahya belum membuka kain yang menutup wajahnya. Saat ia terdesak dan mengangkat tangannya untuk menyerah, tiba-tiba dari kejauhan, di barisan belakang pria-pria berjas hitam tersebut, terdengar suara baku tembak dan baku hantam.
Saat ayah tirinya dan tiga orang di sisinya lengah, Ahya menyuruh Kikan dan ibunya menunduk, lalu melumpuhkan orang-orang berjas hitam itu. Terakhir, ia melumpuhkan mantan ayah tirinya.
Namun setelah ayah tirinya roboh, seorang pria berjas hitam yang luput dari pandangan Ahya menodongkan pistol ke arah Kikan dan ibunya. Ahya pun memejamkan mata dan menantang pria tersebut untuk menembak dirinya saja. Namun saat hendak mengalihkan todongan, pria tersebut ditembak di kepala dan tewas seketika.
Seorang pria berseragam khusus tampak masih menodongkan pistolnya, lalu menurunkannya. Komandannya muncul tak jauh dari situ dan memberi perintah kepada anak buahnya untuk mensterilkan area. Ahya sempat terkejut dan terpaku melihat pembunuhan di depan matanya.
Saat kedua mata Ahya masih terpaku dengan pria yang menembak tadi, Kikan langsung menghampiri dan memeluk Ahya sambil sesenggukan. Ibunya pun berkali-kali mengucapkan terima kasih.
Tak lama kemudian, Ahya menghampiri mantan ayah tirinya dan membuka kedok wajahnya. Membuat mantan ayah tirinya terkejut. Ahya mengatakan dirinya bersyukur ibunya sudah bercerai dengan pria yang ada di hadapannya itu.
Komandan pria berseragam menghampiri Ahya bersama pria yang menyelamatkan nyawanya tadi. Mereka langsung membuka pembicaraan mengenai proyek Jawara Tanah Indonesia yang diinisiasi oleh organisasi pemerintah bernama Singadwirya. Mereka mengajak Ahya bergabung sebagai perwakilan dari Aceh.
Tanpa basa-basi, Ahya mengikuti nalurinya dengan mengatakan, "Ya." Beberapa hari kemudian, pria yang menyelamatkannya itu menghampiri Ahya di kampusnya. Ia mendapatkan mandat dari komandannya untuk memberikan sebuah selendang khusus kepada Ahya. Selendang dengan materi khusus yang bisa membuat Ahya berjalan dan berlari di udara.
(Copyright: Riantrie @rulyriant )
#pabrikjagoanorigins
Komentar
Posting Komentar